Oh, Wahai


Aku ingin mencintaimu tak sekadar sederhana.
Dengan sin, cos, tan
yang menjadikan waktu penunjuk shalat.
Dan kau tetap makmum yang tunduk-patuh dalam khidmat.

Aku, sungguh ingin mencintaimu tak sekadar sederhana.
Dengan meredistribusi kekayaan
: kau si kaya sedang aku fakir dalam perasaan.
Yang memerdekakan budak saat menginjak usia negeri yang tak muda lagi.

Aku tetap mencintaimu dengan tak sekadar sederhana.
Dengan diskursus Deskartes
menjadikanmu ada sebab aku berpikir.
Atau Heideger
menjadikanmu bermakna sebab kita bicara dalam bahasa.

Sebab setelahnya kita berbahasa dalam bisu, bersitatap nun kaku, adalah aku sesat dalam pikir.

Metrofiksi, Aug, 14 2017.

You may like these posts