Musim Politik
Cerpen Seno Gumira Ajidarma (Kompas, 26 Mei 2019)
pring reketeg
gunung gamping ambrol!
dasar ati mantep
nyoblos marhen jempol!
jempolé ….
Dari dalam rumah, orang-orang tua maupun muda mengacungkan jempol.
“Hidup marhen!” Kata mereka.
“Hidup marhén!” Sahut anak-anak kecil itu.
Terlihat baliho besar bergambar banteng menyeruduk di atas gerbang kampung. Orang-orang yang baru saja mendirikannya melihat gerombolan kanak-kanak itu melewati mereka.
“Hoi! Ngirik ya? Dapat banyak?”
Seseorang menengok bekas kaleng biskuit Amerika yang dipeluk anak paling kecil. Tentu saja anak paling kecil selalu bertugas membawa kaleng itu. Anak-anak berbadan terbesar memimpin di depan, memegang irik ke bawah semak-semak di tepi kali, merjejak-jejak semak agar ikan-ikan di bawahnya menghindar dan dijebak irik itu.
“Kok banyak céthul-nya?”
“Terbawa saja Mas, itu banyak wader-nya, malah ada kuthuk dan lélé juga.”
Orang itu memastikan lagi.
“Wah, iya, malah ada welut juga,” katanya, tapi terus mengacungkan jempol, yang semula dikira anak-anak memuji mereka, meski ternyata bukan.
“Hayo! Marhen apa?”
Serentak disambut.
“Jempoooollll!”
Disambung dengan yel yang sudah dihayati anak-anak itu dengan penuh semangat.
![]() |
[Musim Politik ilustrasi Ayu Andiani Putri/Kompas] |
Sepanjang tepi kali dari Sagan ke Bulaksumur, anak-anak lelaki yang telah berhasil mendapatkan banyak ikan, melangkah ke utara sembari meneriakkan yel.
pring reketeg
gunung gamping ambrol!
dasar ati mantep
nyoblos marhen jempol!
jempolé ….
Dari dalam rumah, orang-orang tua maupun muda mengacungkan jempol.
“Hidup marhen!” Kata mereka.
“Hidup marhén!” Sahut anak-anak kecil itu.
Terlihat baliho besar bergambar banteng menyeruduk di atas gerbang kampung. Orang-orang yang baru saja mendirikannya melihat gerombolan kanak-kanak itu melewati mereka.
“Hoi! Ngirik ya? Dapat banyak?”
Seseorang menengok bekas kaleng biskuit Amerika yang dipeluk anak paling kecil. Tentu saja anak paling kecil selalu bertugas membawa kaleng itu. Anak-anak berbadan terbesar memimpin di depan, memegang irik ke bawah semak-semak di tepi kali, merjejak-jejak semak agar ikan-ikan di bawahnya menghindar dan dijebak irik itu.
“Kok banyak céthul-nya?”
“Terbawa saja Mas, itu banyak wader-nya, malah ada kuthuk dan lélé juga.”
Orang itu memastikan lagi.
“Wah, iya, malah ada welut juga,” katanya, tapi terus mengacungkan jempol, yang semula dikira anak-anak memuji mereka, meski ternyata bukan.
“Hayo! Marhen apa?”
Serentak disambut.
“Jempoooollll!”
Disambung dengan yel yang sudah dihayati anak-anak itu dengan penuh semangat.